Jakarta – MPI, 29 Januari 2021. PP Muhammadiyah menerima kunjungan silarutahmi Kapolri Jenderal Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, MSI. bersama jajarannya. Dalam pertemuan hangat dan akrab itu, PP Muhammadiyah menyatakan mendukung penuh kebijakan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yaitu moderasi beragama.
Silaturahim Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) baru Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Jumat (29/1) nampaknya membawa angin segar untuk kepentingan umat.
Dalam sesi konferensi pers usai pertemuan internal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan komitmen untuk mengubah pendekatan penanganan radikalisme dan terorisme kepada cara yang lebih humanis.
“Bagaimana menghadapi tantangan ke depan terhadap saudara-saudara kita yang terpapar dengan ajaran-ajaran tertentu, maka pemahaman dengan menggunakan Moderasi Beragama tentunya akan jauh lebih bermanfaat barangkali daripada kita menggunakan pendekatan-pendekatan yang bersifat hard,” tutur Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Meski baru sebatas komitmen, umat Islam patut optimis dengan dengan langkah Kepolisian dalam melawan radikalisme dan kelompok ekstrim ke depan. Apalagi, Listyo menegaskan bahwa masalah ekstrimisme, radikalisme dan terorisme tidak berhubungan dengan agama manapun.
“Dari kemarin saya sampaikan bahwa tidak ada ajaran agama manapun yang mengajarkan mengenai hal-hal yang sifatnya itu seperti terrorism, intoleransi. Semua agama mengajarkan kasih sayang. Sudah jelas, khususnya muslim yang kita semua umat muslim diajarkan untuk memahami tentang rahmatan lil alamin. Sudah jelas,” terangnya.
*Moderasi Beragama yang dikutip oleh Listyo, sejatinya adalah konsep yang ditawarkan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam melawan terorisme.*
Haedar Nashir dan Gagasan Moderasi Beragama Konsep tersebut dijabarkan oleh Haedar Nashir pada upacara pengukuhan guru besar ilmu sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis 12 Desember 2019 silam.
Dalam pidatonya yang berjudul “Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan Perspektif Sosiologi”, Haedar mengusulkan agar pemerintah mengganti konsep deradikalisasi dengan gerakan moderasi.
Haedar menguraikan penjelasan bahwa pendekatan secara keras hanya akan melahirkan kekerasan baru.
Selama ini, PP Muhammadiyah berulangkali mengkritik pendekatan Kepolisian dalam upaya melawan terorisme dan deradikalisasi yang justru melahirkan stigma berkepanjangan pada umat Islam.
Pada kesempatan tersebut, Haedar menjelaskan bahwa aksi meluaskan gaung sikap moderasi dalam beragama harus terus dikencangkan karena semakin banyak umat memahami moderasi, semakin kecil pula ruang untuk intoleransi, ekstrimitas dan radikalisme.
Menyambut komitmen Listyo Sigit terkait Moderasi Beragama, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah menyampaikan bahwa Muhammadiyah mendukung penuh keputusan tersebut.
“Muhammadiyah mendukung program-program pak Kapolri terutama yang berkaitan dengan moderasi. Jadi Pak Kapolri menyampaikan bahwa moderasi itu adalah program yang akan beliau kembangkan, bukan program deradikalisasi,” tutur Abdul Mu’ti.
“Kemudian ada dukungan penuh kepada Pak Kapolri untuk melakukan pendekatan yang lebih humanis, pendekatan yang lebih merakyat dan kami sempat tadi mengusulkan satu tagline baru yaitu Polisi Sahabat Umat,” jelas Abdul.
Penguatan moderasi beragama di Indonesia saat ini penting dilakukan didasarkan fakta bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk dengan berbagai macam suku, bahasa, budaya dan agama. lndonesia juga merupakan negara yang agamis walaupun bukan negara berdasarkan agama tertentu.