Jakarta – MPI, 25 Februari 2021 – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, neraca perdagangan pada Januari 2021 kembali mengalami surplus yang cukup tinggi sebesar USD 1,96 miliar. Ini merupakan surplus Januari tertinggi sejak Januari 2014. Surplus perdagangan Januari 2021 disumbang oleh surplus neraca nonmigas sebesar USD 2,6 miliar dan defisit neraca migas sebesar USD 668,1 juta. “Kita mengawali tahun 2021 dengan cukup baik. Kinerja neraca perdagangan luar negeri Indonesia masih terus melanjutkan tren surplus bulanan yang terjadi sejak bulan Mei 2020. Pada Januari 2021, neraca perdagangan kembali tercatat mengalami surplus sebesar USD 1,96 miliar,” ujar Mendag.
Mendag mengatakan, komoditas penyumbang surplus Januari 2021 antara lain lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), bahan bakar mineral (HS 27), dan alas kaki (HS 64). Sementara itu, negara-negara mitra dagang utama Indonesia yang menjadi penyumbang surplus nonmigas terbesar Januari 2021 yaitu Amerika Serikat (AS), India, Filipina, Jepang, dan Malaysia. “Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2021 lebih baik dibanding Januari tahun 2019 yang mengalami defisit sebesar USD 1,0 miliar dan Januari 2020 yang mengalami defisit sebesar USD 0,6 miliar,” kata Mendag.
Menurut Mendag, surplus Januari 2021 menunjukkan perbaikan neraca perdagangan karena adanya kenaikan ekspor yang lebih tinggi dibandingkan kinerja impor yang masih menunjukkan penurunan. Optimisme Kinerja Perdagangan 2021 Pada Januari 2021, kinerja ekspor Indonesia mencapai USD 15,3 miliar atau meningkat 12 persen dibanding bulan yang sama tahun sebelumnya (YoY). “Ekspor Indonesia di awal 2021 menunjukkan kinerja yang cukup baik, meskipun masih dalam masa pandemi Covid-19,” ucap Mendag. Mendag menjelaskan, ekspor nonmigas Januari 2021 meningkat sebesar 12,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (YoY). Bahkan, nilai ekspor nonmigas Januari 2021 lebih tinggi dibandingkan ekspor nonmigas periode yang sama selama lima tahun terakhir.
Lanjut Mendag, kinerja ekspor Januari 2021 yang baik terutama disebabkan adanya peningkatan harga komoditas internasional. Indeks harga komoditas energi pada Januari 2021 meningkat sebesar 10,0 persen (MoM). Selain itu, indeks harga nonenergi tumbuh sebesar 4,4 persen (MoM) dan indeks harga logam mulai tumbuh sebesar 1,1 persen (MoM). Sejumlah produk ekspor yang mengalami peningkatan harga internasional adalah komoditas perkebunan, seperti minyak kernel sawit, teh, kopra, dan karet. Selain itu, komoditas pertambangan, seperti batubara, bijih besi, tembaga, timah, dan nikel.
Ekspor nonmigas Indonesia ke beberapa pasar utama pada Januari 2021 masih mengalami peningkatan, antara lain ekspor nonmigas ke Thailand tercatat naik 14,7 persen (MoM) dan Australia tercatat naik 10,0 persen (MoM). Peningkatan ekspor ke Thailand diakibatkan adanya peningkatan ekspor produk besi dan baja (HS 72) empat kali lipat menjadi USD 12,8 miliar pada Januari 2021 dibandingkan Desember 2020 sebesar USD 3,1 juta. Selain itu, tembaga dan barang-barang terkait (HS 74) meningkat tiga kali lipat menjadi USD 28,3 juta dibanding Desember 2020 sebesar USD 10,3 juta.
Mendag menjelaskan, ekspor nonmigas Indonesia ke kawasan emerging markets dan developing economies mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pada Januari 2021, ekspor nonmigas ke kawasan Afrika Selatan mengalami peningkatan sebesar 138,5 persen (YoY), Eropa Timur sebesar 127,9 persen (YoY), dan Afrika Timur sebesar 57,7 persen (YoY). “Kondisi pandemi yang mulai membaik di kawasan Afrika Selatan mendorong permintaan konsumsi di kawasan tersebut. Pemerintah Afrika Selatan sudah mengizinkan perjalanan normal dan mencabut larangan perjalanan di daerah perbatasan, khususnya Zimbabwe, Mozambik, dan Botswana.
Membaiknya kondisi permintaan juga dirasakan di kawasan Eropa Timur, seperti Republik Ceko, Estonia, Lithuania, dan Slovenia,” tutur Mendag. Impor Bulan Januari 2021 Mengalami Penurunan Nilai impor Indonesia Januari 2021 tercatat sebesar USD 13,34 miliar atau turun sebesar 7,59 persen dibanding Desember 2020. Pelemahan kinerja impor Indonesia pada Januari 2021 terutama didorong penurunan impor nonmigas sebesar 9 persen (MoM). Sementara itu, impor migas mengalami kenaikan sebesar 4,73 persen (MoM) akibat adanya lonjakan impor minyak mentah sebesar 73,90 persen (MoM). “Ditinjau dari golongan penggunaan barang (BEC), penurunan impor Indonesia Januari ini terjadi pada seluruh golongan penggunaan barang. Kontraksi impor terdalam terjadi pada impor barang modal yang turun 21,23 persen (MoM).
Kemudian, diikuti penurunan impor barang konsumsi dan bahan baku/penolong sebesar 17 persen dan 2,62 persen (MoM),” kata Mendag. Beberapa produk barang modal yang mengalami penurunan cukup dalam diantaranya perangkat telepon seluler, kapal tanker di atas 50.000 GT, elevator dan konveyor, vending machines, dan derek kapal/crane. Selain itu, penurunan impor yang cukup besar juga terjadi pada barang konsumsi, seperti bawang putih, daging sapi/kerbau beku, apel segar, susu bubuk dalam kemasan, serta anggur segar. Sedangkan, bahan baku/penolong yang mengalami penurunan impor pada Januari 2021 adalah bungkil kedelai untuk pakan ternak, komponen transmisi telepon seluler, bahan bakar kendaraan bermesin diesel, produk besi baja, dan emas batangan.
Mendag mengatakan, dalam rangka kebutuhan penanganan Covid 19, impor produk farmasi (HS 30) pada periode Januari 2021 menunjukkan kenaikan yang signifikan sebesar USD 148,6 juta atau 133,8 persen (MoM) dengan nilai impor sebesar USD 259,7 juta. “Sumbangan impor vaksin turut meningkatkan nilai impor produk farmasi secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan program vaksinasi Covid-19 yang saat ini sedang dijalankan oleh pemerintah,” kata Mendag. Berdasarkan negara asal, impor dari Tiongkok dan Brasil mengalami penurunan yang cukup dalam, masing-masing sebesar 5,2 persen (USD 230,4 juta) dan 46,7 persen MoM (USD 146,9 juta). Tiongkok merupakan negara asal impor terbesar bagi Indonesia di Januari 2021 dengan nilai USD 4,2 miliar atau dengan proporsi mencapai 31,8 persen dari total impor Indonesia.
Penurunan impor asal Tiongkok disebabkan adanya penurunan beberapa komoditas impor utama Indonesia, yaitu bawang putih dan buah-buahan segar, seperti apel dan anggur.