Kasus Kekerasan atas JAI di Sintang, Kemendagri Tidak Responsif

MediaPATRIOT – 6 September 2021, Kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Sintang pada Jumat (3/9) sudah tiga hari berlalu. Seluruh pihak sudah bergerak merespons tragedi yang merusak kedamaian dan kebinekaan tersebut. Menteri Agama, Menkopolhukkam, Komisi III DPR, partai politik, PBNU, PP Muhammadiyah, jaringan masyarakat sipil, dan elemen-elemen lain di seluruh Republik ini memberikan respons lekas dan positif. Sangat disayangkan, hingga detik ini, tidak ada respons yang memadai dan nyata-nyata dibutuhkan dari Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan jajarannya. Dalam konteks kasus JAI Sintang, Kemendagri merupakan institusi pemerintahan di tingkat pusat yang sejauh ini cenderung tidak responsif.
Berkaitan dengan perkembangan tersebut, SETARA Institute menyampaikan beberapa pernyataan berikut.
Pertama, SETARA Institute mengecam Mendagri dan Kemendagri yang tidak melakukan tindakan yang dibutuhkan pasca peristiwa kekerasan atas JAI di Sintang. Situasi tersebut melipatgandakan kegagalan Kemendagri. Sebelumnya Kemendagri telah gagal mencegah terjadinya peristiwa, karena membiarkan Pemkab dan Forkompimda Sintang tunduk pada kelompok intoleran dan pelaku kekerasan terhadap JAI Sintang.
Kedua, SETARA Institute mendesak Mendagri untuk melakukan tindakan sesuai kewenangannya terhadap elemen pemerintahan daerah di Sintang. Peraturan perundang-undangan memberikan ruang untuk itu. Peraturan Pemerintah Nomer 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pemerintahan Daerah, antara lain, memberikan kewenangan kepada Kemendagri untuk menjatuhkan sanksi kepada pemerintah daerah. Misalnya, ketika pemerintah daerah tidak melaksanakan program-program prioritas nasional. Program prioritas nasional ini mesti diinterpretasi secara lebih luas, mengingat Nawa Cita Presiden menjadikan Hak Asasi Manusia, penguatan kebinekaan, dan peneguhan kehadiran negara merupakan prioritas nasional dalam pemerintahan ini.
Ketiga, SETARA Institute mendorong Kemendagri untuk mengambil Langkah yang lebih serius, untuk bersama-sama dengan Kemenag dan Kejaksaan Agung mencabut SKB Pelarangan Ahmadiyah. SKB bermasalah dalam konstruksi norma dan penegakannya. Lebih jauh dari itu, menurut data longitudinal kebebasan beragama/berkeyakinan SETARA Institute, SKB secara faktual telah dijadikan sebagai alat legitimasi dan memicu kelompok-kelompok intoleran untuk melakukan pelanggaran hak konstitusional, persekusi, dan kekerasan atas warga JAI di beberapa daerah. [red Irwan]