MediaPATRIOT – Jakarta, 16 September 2021. Pengaduan dari Tim Advokasi Paguyuban Pilot Ex-Merpati ke Komnas HAM terkait perlindungan hukum dan pemenuhan hak-hak karyawan yang belum diberikan oleh PT. Merpati Nusantara Airlines yang dilaksanakan pada hari kamis tanggal 16 September 2021, jam 14.00 WIB sampai selesai, lokasi di Kantor Komnas HAM RI dilaksanakan secara daring via Youtube Humas Komnasham dan luring dengan protokol kesehatan ketat dan swab test antigen.
“Kita mau mengadu mengenai pelanggaran hak-hak dari karyawan-karyawan Ex-Merpati Nusantara Airlines berjumlah 1.233 karyawan dari sabang sampai merauke (seluruh Indonesia). Tadi juga hadir Kapten-Kapten senior, ketika Merpati mulai merintis mereka sudah ada Kapten Masykoer salah satu pilot pensiunan dari Merpati yang dulu menjadi korban kecelakaan pesawat di Tinombala waktu itu masih menjadi Co-Pilot masih hidup sekarang. Disampaikan oleh beliau tolong dibayarkanlah pesangon-pesangon dan pensiunan mereka karena sampai hari ini bahkan pensiunan mereka maksimal diatas Rp. 1.500.000 perbulan stop sejak tahun 2015.” Ungkapnya Lia Christine Sirait, S.H Tim Advokasi Paguyuban Pilot Ex-Merpati Nusantara Airlines
“Jadi ketika dana pensiun itu dilikuidasi sudah dibayarkan sedikit, tapi masih banyak lagi sisanya masih sekitar 60-70 persen belum terbayar. Coba bayangkan bagaimana dimasa pensiun mereka kerja bertahun-tahun untuk nama negara juga akhirnya di masa pensiunnya mereka kesusahan. Kalau ditanya korbannya banyak sekali, ada yang struk, ada yang gila jadi simnya dia untuk license terbangnya dia dicabut menjadi depresi, ada yang anaknya putus sekolah, ada yang jadi petani didaerah timur NTT, ada yang jadi tukang kopi, ada yang jadi tukang ojek, jadi sedih melihat mereka dan kenapa kami mau membantu semuanya datang dari hati.” Ujarnya Lia Christine Sirait, S.H
Sebenarnya sudah terbukti besarnya kesabaran mereka selama ini karena mereka terlalu beranggapan bahwa pasti dibayar. Yang mengerikan ada lagi yang sudah pensiun di 2013 sudah diakui nilai pensiunnya, pesangon dari pensiun nilainya sejumlah sekian tidak dibayar-bayar, kemudian dia bersurat janjinya akan dibayar pada tahun 2016 pada saat penawaran P5 itu nilai pensiunnya turun itu yang ngeri padahal negara sudah mengakui, ada SK Pensiun dan SK Direksi.
Akhirnya mereka berjuang bersama kami tim advokat untuk meminta pemenuhan hak-hak mereka. Hari ini kuasa yang kami terima kebanyakan dari pilot sama cabin crew (pramugara dan pramugari) dan sebagian pensiun. Kalau pilotnya itu kurang lebih 127 pilot, cabin crew sekitar 40 – 60 cabin crew, kemudian pensiunan masih dalam tahap verivikasi kami karena pensiunan ini ternyata baru tau bahwa kami melakukan jalan seperti ini. Jadi mulai dari hari selasa kemarin saya coba ketemu kemudian dia jelaskan bahwa mereka sudah di Biak, tugas di Biak tahun 75 sampai 78. Kami belum bisa menghadirkan mereka disini karena kemarin coba diajak, mereka ada yang urusan kesehatan, dll. Kami tetap komunikasi ke mereka, komplek Merpati masih ada di Cengkareng disitu pensiunan semua. Suatu hari saya akan bawa mereka bagaimana menderitanya mereka, ada yang sampai terganggu mentalnya, anak-anak putus sekolah, kalau kita berpikir pilot contohnya Kapten Masykoer yang menjadi korban salah satu dari tiga orang yang selamat dalam kecelakaan di Tinombala sisanya meninggal.
“Itu perjuangannya luar biasa tapi sedihnya dimasa tua harus mengalami kondisi yang kurang enak. Kemarin saya ketemu satu pilot pensiunan tempat tinggalnya yang sepetak ruangan diluar komplek Merpati, dia sudah jual rumahnya, dia ngontrak diluar, didaerah cengkareng, Dia bilang saya besok pulang ke kampung karena kontrakkan saya sudah habis padahal pesangonnya dan hak dia masih tinggi setelah saya melihat data perhitungan semuanya. Jadi kami disini berjuang supaya pesangonnya bisa dibayarkan dengan nilai sejumlah sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan, kemudian pensiunnya bisa dikembalikan tim likuidasi yang melanjutkan masalah itu.” Pungkasnya Lia Christine Sirait, S.H
Dana pensiun sudah dilikuidasi tahun 2015, masing-masing punya nilainya sendiri-sendiri per orang per pensiunan. Tim likuidasi ini sudah berganti tim dan tidak ada transparansinya. Jadi sampai sekarang belum diketahui berapa nilainya berapa sisanya untuk sisa total pensiunnnya, pensiun mereka tidak besar sekitar seperbulan yang paling tinggi gajinya Rp. 1.500.000
Komnas HAM menanggapi dengan baik, ada beberapa hal yang harus kita penuhi seperti bukti-bukti lainnya supaya ditindak lebih lanjut. Komnas HAM akan meminta keterangan dari Komisi Yudisial terkait PKPU, kemudian dari Kementerian BUMN untuk penyelesaian masalah karyawan Merpati karena cukup lama untuk yang sudah dinyatakan pensiun dia nunggu dari tahun 2013. Untuk karyawan aktif itu menunggu sejak kalau P5 diperhitungkan angkanya diatas kertas tahun 2016, tapi mereka kerja dari tahun 2013-2016 tidak digaji. Akhirnya digaji dengan nilai dibawah gaji sebelumnya, kemudian pesangonnya dibayar 20% habis itu off tidak ada lagi pembayaran sampai hari ini. Pensiunan mereka pun off. Jadi cukup antusias bisa menerima kami, membantu kami untuk menyelesaikan ini, memfasilitasi penyelesain ini ke Presiden RI, Menteri BUMN, Kemenkeu.
Dibawah ini adalah Siaran Pers dari Tim Advokasi Paguyuban Pilot Ex-Merpati :
TIM ADVOKASI PAGUYUBAN PILOT EX MERPATI NUSANTARA AIRLINES, dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal bertindak untuk dan atas nama : ANTHONY HUBERTUS AJAWAILA, MOCHAMAD MASYKOER, A.H. EDDY SARWONO, dan MUHAMAD TRISISW, perwakilan dari PAGUYUBAN PILOT EX MERPATI N USANTARA AIRLINES
PT. Merpati Nusantara (Persero) (“PT. MNA”) merupakan maskapai penerbangan milik Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”). PT. MNA sudah tidak beroperasi sejak Fehruari 2014 hingga sekarang (kurang lebih 7 tahun) yang disebabkan karena dicabutnya Surat Izin Usaha Angkutan Udara (Air Operator Certifiicate)
PT. MNA melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dengan karyawankaryawannya pada bulan April 2016 melalui “PROGRAM PENAWARAN PAKET PENYELESAIAN PERMASALAHAN PEGAWAI (“Program P5”), yang isinya mencakup, antara lain :
a. Nilai Gaji karyawan sejak Desember 2013 hingga Januari 2016 (27 (dua) puluh tujuh bulan) yang dibayarkan secara tunai pada tahun 2016 oleh PT. Merpati Nusantara Airlines (Persero) dengan nilai gaji di bawah nilai gaji November 2013 dan sebelum-sebelumnya dan PT. Merpati Nusantara Airlines hingga kini belum menjelaskan perihal penurunan gaji tersebut.
Gaji karyawan sejak bulan Desember 2013 hingga Januari 2016, gajinya baru karyawan PT. Merpati Nusantara Airlines (Perseo) diperhitungkan dan baru dibayarkan di bulan April 2016;
b. Nilai Pesangon yang didapatkan oleh tiap-tiap karyawan akibat dilakukannya Pemutusan Hubungan Kerja melalui penawaran Program P5.
Setelah dihitung, Nilai Pesangon yang diterima karyawan melalui paket tersebut ternyata di bawah nilai pesangon sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan terkait. Nilai pesangon karyawan yang diajukan kebanyakan sebesar 85%-95% dari nilai pesangon yang sesuai dengan perhitungan perundang-undangan.
Kemudian 20% dari nilai pesangon sebagaimana disebutkan di atas, dibayar oleh PT. MNA secara tunai dan sisanya dikonversikan oleh PT. MNA dalam bentuk Surat Pengalman Utang (SPU);
c. Dana Pensiun PT. MNA yang menjadi pengurang pesangon beberapa karyawan PT. MNA yang dipotong pada tahun 2016. Padahal Dana Pensiun PT. MNA sudah dinyatakan likuidasi bulan Februari 2015;
d. Surat Pengakuan Utang terkait keikutsertaan asuransi bagi karyawan di PT. MNA.
e. Pensiunan bulanan bagi para PURNA BHAKTI PT. MNA yang terhenti sejak Januari 2015 akibat dibubarkannya /dilikuidasi Dana Pensiun PT. MNA (Dalam LIKUIDASI).
Berdasarkan uraian di atas, maka negara khususnya Presiden, Menteri BUMN, dan Komnas HAM untuk memfasilitasi merekomendasikan agar hak-hak ex Pilot, Air Cabine, dan pegawai lain PT.MNA dapat terbayarkan, yaitu :
1. Utang sisa pesangon untuk (kurang lebih 130 (seratus tiga puluh) orang sebesar kurang lebih Rp. 157.000.000.000,-( seratus lima puluh tujuh milyar)(proses verifikasi);
2. Utang sisa dana pensiun (dalam proses perhitungan dan verifikasi oleh Tim Advokasi);
3. Mengembalikan dana pensiun yang menjadi potongan pesangon pada tahun 2016 padahal bulan Februari 2015, Dana Pensiun PT. MNA sudah dinyatakan dilikuidasi atau sudah dibubarkan. (Dalam proses perhitungan dan verifikasi oleh Tim Advokasi).
4. Utang Pembayaran Asuransi sebesar +-$9,000 Amerika yang dikonversikan PT.MNA dalam bentuk Surat Pengakuan Utang kepada 1 (satu) orang pilot.
Dibawah ini Surat dari Capt. Eddy Sarwono (eks karyawan MNA) :
Melawan Lupa, Merpati Nusantara Airlines.
Capt. Eddy Sarwono (eks karyawan MNA) Saya pilot, pensiunan Merpati Nusantara Airlines, setelah lulus pendidikan penerbang di LPPU Curug, pada Nopember 1977, saya bergabung dgn MNA.
Saya mendapat tugas pertama sebagai copilot pesawat DHC 6 Twin Otter, yg melayani penerbangan perintis, yang saat itu menjadi salah satu tugas utama dari misi perusahaan MNA, untuk membuka jalur udara dari dan ke daerah terpencil yg masih sulit perhubungan darat atau lautnya. Saat itu, fasilitas penerbangan yg ada masih sangat terbatas, baik kondisi lapangan terbang, sarana dan prasarana penunjang juga masih sangat minim, tetapi kami penerbang perintis merpati harus mampu menjalankan misi dgn baik. Karena kondisi yg serba terbatas, sudah cukup banyak kawan kami yg mengalami musibah fatal sampai meninggal, bahkan ada yang hilang antara Manokwari dan Bintuni, satu lagi di Selat Molo dekat Pulau Komodo, yang sampai sekarang tidak diketahui rimbanya.
Tahun 2013 saya memasuki masa purna bakti di MNA, setelah lebih dari 35 tahun saya mengabdi di MNA, akan tetapi dgn alasan MNA kesulitan keuangan, uang pesangon belum dibayarkan, saya hanya diminta untuk menunggu. Pada tahun 2016, ada berita baik, bahwa pesangon akan dibayarkan sebagian dan sisanya diberi surat pernyataan hutang (SPU) yg tertulis akan dibayar pd Desember tahun 2018. Saat itu kami merasa cukup senang karena setelah menunggu sekitar 3 tahun ada kabar baik dan percaya bahwa 2 tahun lagi SPU akan dibayar lunas, walau kami harus kembali bersabar, namun semua itu tidak mengapa karena rasa cinta dan pengabdian kami terhadap MNA. Sayangnya, sebelum jatuh tempo SPU itu, ada salah satu vendor Merpati mengajukan proses PKPU di Pengadilan Niaga Surabaya, dan dalam sidang tersebu SPU kami ternyata diklasifikasikan sebagai hutang biasa, bukan hutang pesangon yg seharusnya didahulukan dan dilindungi oleh undang-undang. Disini kami melihat banyak kejanggalan dalam sidang tersebut, antara lain, Merpati berkantor pusat di Jakarta, tetapi dlm sidang tsb beralamat di Bandara Juanda Surabaya, artinya ada perubahan alamat kantor pusat yg tentunya diketahui pula oleh kementrian terkait karena MNA adalah BUMN. Keputusan sidang tersebut tidak mempunyai batas waktu yang pasti, karena salah satu klausulnya Merpati harus punya AOC dan sudah terbang kembali, dengan grace periode 3 dan 6 tahun untuk pembayaran kewajiban. Kemudian investor yang masuk sebagaimana putusan perdamaian PKPU Merpati tidak jelas kredibilitasnya, bahkan direkturnya ditengarai sudah DPO oleh pihak
yang berwajib ketika proses PKPU tersebut berlangsung. Bagaimana mungkin hal tersebut terjadi, sementara proses PKPU dan putusannya ini merupakan produk hukum? Lebih lanjut, akibat dari proses PKPU tersebut PPA akhirnya harus menggelontorkan dana sebesar Rp.20Milyar lebih untuk biaya dalam proses PKPU. Bayangkan jika biaya tersebut alih-alih digunakan untuk menyelesaikan sebagian kewajiban MNA kepada karyawannya yang sangat menanti-nanti hak-haknva guna yg sebagian semata-mata menunggu hak-hak tersebut hanya untuk menyambung hidup mereka dan keluarganya. Namun disisi lain tentunya putusan perdamaian dalam proses PKPU itu sangat menguntungkan MNA oleh karena MNA menjadi dapat menunda pembayaran kewajiban-kewajiban terhadap para kreditornya semau dan selama yang diinginkan dengan ketidakjelasan penyelesaian kewajiban sebagaimana tercantum di putusan perdamaian PKPU Merpati.
Kasus lain yang menyedihkan adalah Dana Pensiun yg dibubarkan pd tahun 2015 oleh Dirut Merpati, kemudian dibentuk tim likuidasi, tapi sampai sekarang aset Dana Pensiun tidak berhasil dijual, dan tim likuidasi juga tidak bisa dihubungi oleh Perhimpunan Purnabakti.
Kami para eks karyawan tidaklah minta tanda jasa, kami hanya mohon perhatian dari pemerintah, mengingat misi tugas MNA sbg jembatan udara nusantara, yg merintis membuka daerah terpencil di Indonesia, bukanlah BUMN yg hanya berorientasi pada profit semata, kami hanya ingin kejelasan tentang hak2 kami sebagai eks karyawan utk menunjang hidup kami dimasa tua. Mohon kebijaksanaan bapak2 dan ibu yg berwenang utk dapat membantu penyelesaian masalah kami, eks karyawan MNA. Tak lupa, kami ucapkan terimakasih, semoga bapak/ibu berwenang, dibukakan hati utk memahami kondisi kami ini. (red Irwan)