MediaPATRIOT – Bekasi, Massa yang bergabung pencinta pahlawan nasional KH Noer Alie melakukan aksi teatrikal dan orasi penolakan keputusan PTUN bandung no 55/G/2021 pada hari jumat (29/10/21) dimesjid Nurul Falah teluk pucung bekasi.
Putusan PTUN tersebut pada tanggal 21/10/2021 adalah memenangkan Marsah binti Dzakaria dan kawan kawan yakni : Djanih, Azis, Afifi, Sutimin mantan lurah teluk pucung 2012, Julius Piter atas gugatan mereka pada objek tanah yang merupakan asset dari Yayasan Attagwa seluas 27.000 M2.
Selain orasi massa juga melakukan aksi teatrikal serta aksi tanda tangan di bentangan kain sekitar 50 meter sebagai bentuk penolakan atas
keputusan PTUN bandung yang terdiri dari perwakilan organisasi massa, OKP, LSM yang berada dibekasi dan para tokoh masyarakat, Ustad, serta masyarakat setempat yang mengetahui sejarah tanah tersebut melakukan deklarasi kebulatan tekad
menggerus, memberangus melawan Mafia tanah serta hendak bersaksi bahwa integritas KH Noer Alie tidak mungkin mengambil tanah yang bukan menjadi haknya atau tanah penggugat.
Dalam aksi teatrikal diwarnai dengan penggantungan simbol mafia tanah selama ini marak terjadi hingga saat ini diRepublik Indonesia.
bekasi adalah tanah milik pesantren bahagia (cikal bakal yayasan Attagwa sekarang) yang mana tempat lokasi KODIM 0502 Bekasi,” tuturnya
Suwanto Nierwady, SH selaku kuasa Hukum Yayasan Attaqwa menambahkan Massa yang bergabung ialah dari perwakilan organisasi massa yang ada dibekasi berkumpul melakukan aksi orasi, aksi teatrikal merupakan dari sebagai suatu reaksi terhadap kasus yang menimpa yayasan Attagwa digugat oleh yang mengaku ahli waris bernama Marsah binti Dzakaria yang mengaku konon tanah nya berada di lokasi tanah asset Attagwa persilnya 54S3 kohir 344 buktinya ialah Girik dalam bentuk tanah pendaftaran sementara tanah Indonesia yang dikeluarkan pada tahun 1963.
“Ini faktanya lanjut Suwanto, jika dikeluarkan Girik tahun 1963 seharusnya bila mengacu dengan berdasarkan Undang-undang no11 tahun 1959 adalah bentuk Girik IPEDA dan bukannya Girik dalam bentuk tanah pendaftaran sementara tanah Indonesia sebagai fakta legalitas penggugat,”urainya.
“Selanjutnya bila dilihat dari fakta yang dikeluarkan legalitasnya pada tahun 1963 tidak benar dalam ketentuan peraturan dan hukum yang berlaku, sehingga diduga kuat merupakan sebagai hasil rekayasa serta cacat hukum, “Jelas Suwanto Nierwady, SH.
“Kemudian kedua adanya pengakuan dan pernyataan ahli waris sebagai penggugat dalam penguasaan secara fisik atas tanah sejak tahun 1963 sampai sekarang ini tahun (2021), sedangkan dilokasi tanah ini fakta fisiknya ialah mesjid nurul falah berdiri sejak tahun 1967, demikian juga bangunan sekolah didirikan pada tahun 1971, bila dicermati secara logika sederhana atau secara prinsif jika penggugat benar dalam penguasaan fisik sejak tahun 1963 tidak mungkin tidak bereaksi bilamana dibangun mesjid dan sekolahan diatas tanahnya berjalan sampai saat ini, “Ucap Suwanto.
“Kemudian ketika penggugat saat menunjukkan batas bahkan menunjukkan batas dilokasi batas tanah asset Yayasan ini seluas 27.000 M2 sedangkan pernyataan luas tanahnya sekitaran 25,600 M2 yang kelebihan luas tanahnya sekitar 2000 meter, pada batas tanah pasti berbeda sehingga ada kejanggalan,”terangnya.
Dari beberapa keterangan atau pernyataan terkesan adanya kejanggalan selanjutnya dengan adanya keterangan saksi yang dihadirkan pada saat sidang ditempat tidak menjadi pertimbangan bagi Hakim bahkan sangkalan yang disampaikan dari kuasa hukum bahwa ini bukan milik penggugat tidak digubris, kemudian selanjutnya penggugat dimenangkan,”keluh Suwanto.
“Sebagai Upaya hukum berikutnya yg dilakukan adalah banding dari lanjutan proses persidangan PTUN ini dan menurut hemat kami adanya satu pertimbangan yang tidak pas dalam pemahaman hukum,”tegas Suwanto Nierwady SH selaku kuasa hukum. (red Irwan)