BANDAR LAMPUNG – Di tegah pendemi seperti saat ini, dirasa sulit sekali bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) anti korupsi untuk menyalurakan aspirasinya. Pasalnya, mereka terbentur aturan tidak diperkenankan melakukan aksi masa.
Nah, berangkat dari hal tersebut, LSM Koalisi Bersama Rakyat Anti Korupsi Dan Nepotisme ( KOBARKAN ) berembuk bersama tim-nya hasilnya mereka menyarankan kepada pihak berwajib agar ada semacam kotak pengaduan masyarakat.
“Sebetulnya kami selama ini seperti terbelenggu, mau bersuara terbentur aturan, padahal banyak sekali dugaan korupsi
Provinsi Lampung. Data dari hasil investigasi tim, seperti dana bantuan sosial dana covid-19 baik tunai dan non tunai, banyak sekali kejanggalan dan sangat syarat diduga dikorupsi, karenanya kami imbau ada kotak pengaduan, penyaluran aspirasi masyarakat, Polri bentuk secara Online dan offline, supaya jeritan rakyat bawah tersalurkan. Rakyat kecil mejerit mau mengadu secara langsung mereka takut,” kata Fikri Alqodri, Ketua Umum LSM KOBARKAN, saat bincang santai bersama timnya, di Rumah Kayu, Kamis (25/11/2021).
Dijelaskan dia, program pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional sangat baik. Kebijakan pemerintah memberikan bantuan baik tunai dan non tunai kepada masyarakat, dengan menggelontorkan anggaran sekitar Rp744 triliun lebih untuk rakyat kecil.
Namun, sambung Fikri, yang sangat di sesalkan adalah hal ini justru hak itu jadi ajang korupsi berjamaah oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mulai dari pendamping hingga petingginya, ibarat sudah jadi lingkaran setan, dirasa semuanya saling menutupi, dalam kesalahan hingga akhirnya yang dirugikan rakyat penerimaan bantuan.
“Memang kalau hasil investigasi kami rata-rata sama modusnya. Secara nasional bansos covid ini jadi santapan, bukan di Lampung saja dan modus korupsinya bantuan sosial ini hampir sama dimana-mana, ada data warga sudah meninggal dunia masih terdata menerima dan juga modus pemotongan dari pendamping dengan dalih ongkos administrasi. Serta pengancaman jika tidak ada pembagian bansos, kedepan tidak dapat bantuan lagi,” paparnya.
“Ada juga modus pendamping tidak menyerahkan dana kepada penerima, dengan dalih, bantuan bergilir jika sudah dapat bulan ini, periode berikutnya bergantian dengan yang lain, padahal uang tersebut ducairkan oleh pendamping, tapi hal ini sangat sulit, karena banyak yang berkecimpung serta sudah seperti lingkungan setan, semua saling menutupi, dan rakyat merasa takut untuk melapor,” kata dia.
Bukan hanya soal bantuan dana covid, sambung Fikri Alqodri, pihaknya juga pun sudah pernah melaporkan soal dugaan korupsi dana infrastruktur pembangunan gedung. LSM KOBARKAN Pernah melaporkan secara Langsung ke Polda Lampung, laporan disetarakan bukti-bukti dan foto kegiatan pembangunan. “Kami pun pernah lapor ke Polda Bahkan, ada sekitar 6 apa 7 laporan ke Polda, soal dugaan korupsi pembangunan Itera, Unila dan proyek-proyek yang sumber dana dari APBN. Akan tetapi dari laporan kami ke Tipikor Polda Lampung tidak ada kabar beritanya,” ungkapnya.
Penanganan soal korupsi yang ada di Lampung, dinilai susah sangat kritis, kenapa tidak dari pucuk pimpinan sudah ada 4 bupati yang tersandung kasus korupsi di KPK. Nah, bicara soal kasus korupsi dengan menilik pekerjaan proyek konstruksi bangunan dan gedung dari awal tender proyek sudah banyak sekali dugaan KKN dan saat pengejaan konstruksi pun tidak luput dari kekurangan volume, pengurangan spesifikasi bangunan dan hasilnya pembangunan yang tidak maksimal. “Apalagi kalau proyek di pemerintah kota Bandar Lampung, kondisinya sangat mirip, pemborong mengerjakan proyek tahun anggaran 2019 di bayarkan tahun berikutnya. Kenapa bisa demikian, padahal suatu item pekerjaan itu sudah teranggarkan dalam APBD yang sudah di sahkan legislatif, artinya proyek benar ada, pertanyaannya kemanakah uang anggarannya?,” benarnya.
(Red/ron). (Kontributor : Manto)