Nasib Eks Sekwan Batam, Juncto Pasal 55 dan Pasal 4 UU Tipikor Kema
Eks Sekretaris Dewan Kota Batam, Asril menjadi terpidana tunggal atas dakwaan jaksa penuntut umum terkait korupsi anggaran belanja makan minum unsur pimpinan DPRD Batam periode 2017 -2019.
Ketua Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PW SEMMI KEPRI), Zainul Sofian angkat bicara terkait vonis tunggal dugaan korupsi anggaran belanja makan minum unsur pimpinan DPRD Batam tersebut oleh Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, beberapa bulan lalu.
Zainul Sofian mengatakan dugaan korupsi ini tak mungkin dilakukan seorang diri melainkan berjemaah.
“Karena dalam dugaan korupsi itu tidak tunggal,” ungkapnya.
Diterangkan Zainul Sofian bahwa, pengungkapan kasus tersebut terkesan tebang pilih atau dugaan terzolimi. Pasalnya, hingga saat ini kasus tersebut hanya berhenti pada pelaku tunggal, yakni mantan Sekretaris DPRD Kota Batam, Asril yang dijatuhi hukuman, sementara sejumlah nama yang seharusnya ikut terlibat justru sampai saat ini masih melenggang.
Kemana Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan pimpinan DPRD Kota Batam serta 12 orang yang sudah mengembalikan uang hasil korupsi tersebut ?. Zainul Sofian.
Sementara, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sangat jelas dibacakan bahwa, terdakwa melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) dan dakwaan subider Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Tegasnya.
Apakah Juncto pasal 55 (1 ) ke -1 KUHP ini hanya pasal abal -abal?.
Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP, orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana, dipidana sebagai pelaku tindak pidana. Jadi, berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP orang yang turut serta melakukan tindak pidana korupsi juga dipidana dengan ancaman pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana korupsi.
Anehnya juga, kata Zainul Sofian saat jaksa membacakan amar tuntutannya menyampaikan bahwa, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana, sebagaimana dalam dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Apakah pasal 4 UU No 31 Tahun 1999 ini juga kurang tegas dipahami?.
Ditegaskan dalam Pasal 4 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa, pengembalian kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 Undang- Undang .
Artinya, 12 saksi yang mengembalikan uang dugaan hasil korupsi tersebut tidak menghapuskan dipidananya. Apakah pasal ini juga hanya didalam dakwaan dan amar tuntutan saja?. Tegasnya.
Siapa saja pegawai dan anggota dewan Batam yang mengembalikan uang tersebut?. Ini nilai dan namanya.
1. RG senilai Rp 9,8 juta (penyedia)
2. RG senilai Rp 22 juta (penyedia)
3. LR senilai Rp 10 juta (PPTK 2017)
4. RFS senilai Rp 16 juta (PPTK 2018).
5. TRJ senilai Rp 3 juta (penyedia)
6. DRT senilai Rp 8,412 juta (penyedia)
7. MRL senilai Rp 15 juta (PPTK 2019)
8. AWN senilai Rp 3,7 juta (penyedia)
9. MK senilai Rp 9,8 juta (penyedia).
10. RRD senilai Rp 14 juta (penyedia)
11. RRD senilai Rp 7,3 juta (penyedia)
12.TF senilai Rp 41 juta (PPK).
Kejari Batam saat itu menyampaikan sudah menerima pengembalian uang sebanyak Rp 160 072.000 dari 12 saksi dalam kasus dugaan korupsi anggaran belanja konsumsi pimpinan DPRD Batam.
“Dari 12 saksi, satu di antaranya Wakil Ketua DPRD Batam Muhammad Kamaluddin, yang merupakan legislator dari Partai Nasdem,” kata Kajari saat itu.
Mantan Sekwan DPRD Batam, Asril divonis hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Senin (22/3/2021). Kemudian Asril melakukan upaya banding dari putusan 6 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Tipikor Tanjung Pinang.