JAKARTA – Rencana kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia tanggal 3-6 September mendatang adalah momentum penting bagi penguatan toleransi di Indonesia. Selain menjadi Tamu Negara, Paus Fransiskus juga akan bertemu dengan Imam Besar Masjid Istiqlal dan memimpin misa suci di Gelora Bung Kano, Jakarta pada 5 September 2024. Puncak kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia adalah menegaskan kembali Deklarasi Abu Dhabi tahun 2019 tentang persaudaraan Islam – Kristen dan Umat Manusia.
Paus Fransiskus adalah Paus ke-266 dalam sejarah Gereia Katolik. Paus Fransiskus dikenal karena kesederhanaan, kerendahan hati, dan fokusnya pada is keadilan sosial, kemiskinan, dan dialog antaragama.
Ini adalah yang ketiga kalinya Indonesia mendapatkan kunjungan dari pemimpin tertinggi agama Katolik dunia. Paus yang pernah melakukan kunjungan ke Indonesia adalah Paus Paulus VI pada tahun 1970, dan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989.
Kunjungan in penting untuk menegaskan posisi Indonesia sebagai negara yang dianggap mampu mengelola keberagaman dalam kedamaian. Makna simbolis toleransi dengan kedatangan Paus in tidak hanya untuk mat Katolik saja. Berbagai kelompok agama juga turut merayakan kehadiran Paus kali ini.
Dalam rangka menyambut kunjungan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik itu, beberapa lembaga menggelar acara bertajuk Festival Toleransi 2024 pada 2 s.d. 4
September 2024.
Festival Toleransi in dipelopori ole Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), sebuah lembaga yang didirikan salah satunya oleh Presiden Abdurrahman
Wahid atau Gus Dur di tahun 2000 yang merangkul komunitas agama-agama dan penghayat kepercayaan di Indonesia.
Festival in akan dibuka ole Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P pada tanggal 2 September 2024 Jam 12.30 WIB Jakarta di Gedung Galeri Nasional Jalan Merdeka Timur Nomor 14
Jakarta Pusat.
Di samping dalam rangka secara khusus menyambut kunjungan Paus ke Indonesia, Festival ini juga digelar dalam rangka mengingatkan publik nasional maupun internasional bahwa tradisi toleransi telah berkembang sedemikian rupa dan menjadi salah satu ruh penting keindonesiaan.
Festival in terdiri dari rangkaian diskusi bertema Merayakan Keberagaman, Merawat Keindonesiaan. Acara puncak festival diadakan pada 2-4 September 2024 bertempat di Galeri Nasional Jakarta berupa pameran artefak kuno Indonesia, dialog para influencer muda, pementasan barongsai dan tari tradisional, seta lomba-lomba.
Di samping pameran artefak bertema toleransi Indonesia dan lukisan keberagaman selama tiga hari, di hari pertama acara in akan disi dengan dialog anak muda tentang “Pengalaman Perjumpaan Lintas Agama” dan ritual adat “Ruwatan Rasa Sawelas Kebangsaan.”
Di hari berikutnya, akan diselenggarakan dua dialog nasional. Pertama bertema
“Pancasila sebagai Titik Temu,” yang menghadirkan Ibu Sinta Nuriyah Wahid, Omi Komariah Madjid, Bhante Dhammasubo, dan Yudi Latif. Dialog kedua bertema
“Merawat Toleransi melalui Seni” yang akan menghadirkan Sudjiwo Tejo, Trie Utami, dan Adi Triasmara. Di hari kedua ini juga akan digelar Pop Art Market yang berisi antara lain musik, puisi, tarian sufi, tari Betawi Cerite Kite, serta fashion show tradisi penutup kepala perempuan.
Tak kalah menarik, hari ketiga Festival in akan diselenggarakan diskusi bertema “Merawat Toleransi Melalui Dunia Pendidikan” yang menghadirkan Henny Supolo, Lily Tjahyandari, dan Michael Adi Kusuma. Di samping Pop Art yang menampilkan musik, wushu, paduan suara Jemaat Gereja Immanuel, serta Marawis Sunter, di hari terakhir ini juga akan ada diskusi khusus influencer muda bertema “Aspirasi Keberagaman” yang akan menghadirkan Habib Jafar Assegaf, Bhante Dirrapunno, Yudith Cipardian, dan Js Kris Tan. Sementara Inayah Wulandari Wahid akan menjadi moderatornya.
Festival Toleransi 2024 in juga menyelenggarakan lomba penulisan esai tentang Paus Fransiskus serta lomba swafoto di lokasi acara. Dengan hadiah jutaan rupiah.
Melalui Festival Toleransi ini, publik dingatkan kembali bahwa bangs Indonesia adalah bangsa toleran. Tradisi toleransi ini bahkan bisa ditelusuri dalam catatan sejarah panjang bangs Indonesia. Salah satu artefak yang dipamerkan dalam acara Festival ini, misalnya, adalah penggalan Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang menjadi dasar semboyan Bhinneka Tunggal Ika, satu simbol penting yang menjadi perekat bentuk negara bangs kita, beragam namun satu.
Festival ini juga ingin mengingatkan kembali bahwa bahwa ketegangan, kekerasan, dan konflik berlatar agama yang mash terjadi di Indonesia bukanlah bagian dari ajaran agama. Agama hadir justru untuk memperkuat orientasi kash dan perdamaian. Festival ini juga ingin menegaskan bahwa keindonesiaan kita dibangun oleh dan dari keberagaman.
Red Irwan