Kota Bekasi,- Para Korban Investasi EDC Cash terus berupaya untuk mendapatkan apa yang menjadi hak mereka dengan mengikuti setiap persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Kota Bekasi. Namun rupanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak berpihak kepada para korban, Rabu, (4/24/2024).
Dalam sidang yang kali ini, para korban mengungkapkan rasa kekecewaan atas sikap Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menunda persidangan seakan memperlambat proses persidangan.
Puluhan para korban pun melakukan aksi orasi di depan Pengadilan Negeri Kota Bekasi dan Kejaksaan Negeri Kota Bekasi dengan membawa spanduk berisi kekecewaan terhadap JPU.
“JPU yang tercinta, bela kami, tunjukkan aset terdakwa yang disita . Kami sudah berdamai dengan para terdakwa tapi masih banyak yang tidak suka perdamaian”, ujar salah satu korban berinisial DNR .
Selain itu, para korban juga mempertanyakan keberadaan barang bukti yang disita dan tidak muncul didalam persidangan. Mereka mencurigai JPU seakan tak mampu membuktikan aset yang selama kurang lebih emoat tahun disita Bareskrim yang total bernilai ratusan miliar rupiah.
Para korban meminta kepada hakim memerintahkan jaksa untuk segera melakukan appraisal sebelum tuntutan, agar jelas berapa nilai barang bukti yang disita
“JPU terkasih, barang bukti dimana ?, semuanya harus ditampakkan dalam persidangan”, terang DNR kecewa.
Para korban mengatakan bahwa mereka telah berjuang selama bertahun-tahun, bahkan ada diantara mereka yang harus mengalami kehidupan memprihatinkan akibat dari menuntut hak mereka.
“JPU yang terkasih anda tahu hukum, kami juga tidak buta-buta amat tentang masalah hukum, akta perdamaian udah inkrah, kami menuntut hak kami dikembalikan, “ujar DNR.
Mereka berharap agar para JPU dapat memihak kepada mereka dan benar – benar membantu dalam mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.
“Punya hati gak nih JPU, kalau memang punya hati tolonglah kami, seharusnya JPU ada dibarisan kami untuk membantu, menolong kami, tetapi apa buktinya sampai sekarang ini diundur, diundur terus tidak ad ujungnya”, ujar para korban serempak.
“JPU yang tercinta, bela kami, tunjukkan aset yang disita. Kami sudah berdamai dengan para terdakwa tapi masih banyak yang tidak suka perdamaian”, ujar salah satu korban.
Selain itu, para korban juga mempertanyakan keberadaan barang bukti yang disita dan tidak muncul didalam persidangan.
“JPU terkasih, barang bukti dimana ?, semuanya harus ditampakkan dalam persidangan”, terang
Para korban mengatakan bahwa mereka telah berjuang selama bertahun-tahun, bahkan ada diantara mereka yang harus mengalami kehidupan memprihatinkan akibat dari menuntut hak mereka.
“JPU yang terkasih anda tahu hukum, kami juga tidak buta-buta amat tentang masalah hukum”, ujar salah satu korban.
Mereka berharap agar para JPU dapat memihak kepada mereka dan benar benar membantu dalam mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.
“Punya hati gak nih JPU, kalau memang punya hati tolonglah kami, seharusnya JPU ada dibarisan kami untuk membantu, menolong kami, tetapi apa buktinya sampai sekarang ini diundur, diundur terus tidak ad ujungnya”, ujar para korban serempak berteriak.
Sementara Kuasa Hukum, Terdakwa Abdurrahman Yusuf (AY) dan Suryani, Dohar Jani Simbolon,SH,MH m bgaku kecewa apalagi di Kejaksaan ada yang namanya Restoratif Justice dan kami melakukan perdamaian atau Akta Van Dading itu bagian dari Restoratif Justice.
“Lalu kenapa JPU justru keberataan ada akta van dading ini? harusnya kan ini bagian dari restorasi justice ini perdamaian untuk menyelesaikan permasalahan tanpa berpengadilan, ” tegas Dohar.
“Artinya ada agenda apa? Dari kemarin sudah diberitahukan para korban juga terdakwa pada kejaksaan di pengadilan soal adanya akta van dading makanya adanya perdamaian kenapa mereka makin ngotot tak mau melihat fakta persidangan??, ” ujar Dohar heran.
“Maka kami minta bongkar aset yang disita yang selama ini tidak dimasukin dalam berkas penyitaan, itu yang pertama, yang kedua fakta persidangan juga dari terdakwa Suryani ternyata ada satu tas hermes yang disita, menurut Suryani harganya 1 miliar itu dimana sekarang keberadaannya?, ” ungkap Dohar.
Dan yang paling parah lagi kata Dohar, ada 7 buah sertifikat yang disita oleh kepolisian lokasinya di Singkawang Kalimantan.
“Tujuh sertifikat tanah tersebut ada dikuasai oleh orang lain. Aset terdakwa sebagai bukti sekarang nih bisa keluar dari kepolisian, itu bahaya sekali,” beber Dohar.
Dohar bahkan bersama korban dan terdakwa akan menelusuri lebih dalam hal tersebut.
“Jadi kalau pertanyaannya terkait restoratif justice yaitu sudah dilaksanakan antara terdakwa dengan korban, sekarang justru kejaksaan yang menciptakan restoratif justice malah ngotot tak mau berdamai, “terang Dohar.
” Soal aset sitaan yang tak jelas keberadaan sudah beberapa kali kami menganulir, bukan sekali dua kali antara korban dan terdakwa bahkan juga menyurati Kejaksaan sudah berkali-kali bahkan ke pihak kepolisian ” ucapnya.
“Tapi kemungkinan besar gara-gara memang aset ini, kita tidak tahu lagi keberadaannya dimana sehingga para terdakwa ini menurut JPU harus dihukum secepatnya supaya mungkin bungkam,” kata Dohar.
“Jadi kami dari penasihat hukum ingin menegakkan hukum seadil-adilnya itu tujuan kami apalagi para terdakwa ini sudah terbuka lumayan banyak loh.
Mereka terbuka terkait aset-aset itu jadi pelaksanaan perdamaian itu sudah benar-benar dilaksanakan oleh Abdurrahman Yusuf, ” pungkasnya.