PKJS-UI Apresiasi Kolaborasi Kementerian/Lembaga Perkuat Penurunan Stunting di Era Pandemi COVID-19

Jakarta-MPI, 20 Maret 2021 – Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) turut menghadiri Webinar “Tanggung Jawab Kita Bersama: Akhiri Epidemi Rokok dan Pandemi COVID-19 di Indonesia” yang diselenggarakan atas kerja sama dari Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT), Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES), Kementerian Dalam Negeri RI, dan Kementerian Kesehatan RI, pada 16 Maret 2021. Menteri Kesehatan RI, Bapak Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU., dalam keynote speech￾nya menyampaikan perokok adalah salah satu kelompok rentan untuk terinfeksi COVID-19. Bapak Menkes juga menekankan peningkatan konsumsi rokok merupakan ancaman serius bagi kualitas sumber daya manusia dan pengeluaran rumah tangga kedua terbesar untuk membeli rokok yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan program prioritas pemerintah, yaitu penurunan angka stunting.
PKJS-UI sangat mengapresiasi dan berharap agenda pengendalian konsumsi rokok dapat menjadi kolaborasi antar Kementerian dalam penurunan stunting jika melihat dari pemaparan para perwakilan kementerian yang juga memasukkan stunting sebagai dampak dari perilaku merokok di keluarga. Webinar “Tanggung Jawab Kita Bersama: Akhiri Epidemi Rokok dan Pandemi COVID-19 di Indonesia” yang dilaksanakan pada 16 Maret 2021 dihadiri oleh beberapa pemangku kebijakan, termasuk Bapak Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, yang dalam keynote speech-nya mengatakan bahwa selain kelompok lansia dan komorbid, kelompok rentan lain untuk terinfeksi COVID-19 adalah perokok. “Saat merokok, tangan akan lebih sering bersentuhan dengan bibir yang dapat meningkatkan risiko perpindahan virus dari tangan ke bibir”, tutur Menkes.
Beliau juga menekankan bahwa peningkatan konsumsi rokok merupakan ancaman serius bagi kualitas sumber daya manusia dan pengeluaran rumah tangga terbesar kedua untuk membeli rokok yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan program prioritas pemerintah, yaitu penurunan angka stunting. Selanjutnya, dalam sesi diskusi kebijakan dan program pengendalian tembakau yang dipaparkan oleh dr. Nancy D. Anggraeni, M.Epid., selaku Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK, menyebutkan hasil studi PKJS-UI tentang kaitan rokok dan kemiskinan pada penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang menunjukkan bahwa perilaku merokok mengakibatkan adanya shifting konsumsi antara kebutuhan pokok dengan pembelanjaan rokok sehingga anak berisiko mengalami stunting.
Selain itu, Bapak Febri Pangestu, perwakilan dari Kementerian Keuangan, juga mengutip hasil studi PKJS-UI dalam presentasinya bahwa bayi yang lahir di keluarga perokok berisiko stunting di periode emas pertumbuhannya dibanding keluarga non-perokok. Pada beberapa kesempatan lain, pemaparan materi dari Bappenas, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) juga pernah mengutip studi PKJS-UI terkait perilaku merokok dan stunting. Hal ini menunjukkan bahwa Kementerian/Lembaga telah menyadari perilaku merokok akan berpengaruh terhadap keberhasilan target penurunan prevalensi stunting yang tercantum dalam agenda ketiga Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Dr. Renny Nurhasana, M.A., sebagai Peneliti dan Program Manajer Pengendalian Tembakau PKJS-UI melihat bahwa pengendalian konsumsi rokok harus menjadi salah satu hal yang diperhatikan di tengah pandemi COVID- 19. Selain merusak kesehatan, kebiasaan merokok juga mengambil sebagian pengeluaran rumah tangga yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan esensial. “Pandemi COVID-19 sangat berdampak terhadap aspek ekonomi masyarakat, terlebih masyarakat menengah ke bawah atau pra sejahtera yang banyak mengalami penurunan pendapatan, bahkan kehilangan pekerjaan. Kondisi ini membuat para keluarga sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, ditambah jika ada pembelanjaan untuk rokok. Sebagaimana studi PKJS-UI yang menunjukkan penerima bantuan sosial (bansos) mengonsumsi rokok 3,5 batang/kapita/minggu lebih tinggi dibandingkan bukan penerima bansos.
Selain itu, komposisi rata-rata belanja kebutuhan sehari-hari untuk rokok menghabiskan lebih dari setengah belanja untuk bahan makanan. Hal tersebut berpengaruh terhadap kemungkinan anak mengalami stunting karena kebiasaan merokok menggeser kebutuhan utama untuk makanan sehingga pemenuhan kuantitas dan kualitas nutrisi selama masa tumbung kembang anak tidak tercukupi dengan baik.” tambah Dr. Renny. Sebagaimana diketahui hasil studi PKJS-UI menunjukkan bahwa anak dari orang tua perokok memiliki tinggi badan 0,34 cm dan berat badan 1,5 kg secara rata-rata lebih rendah dibanding anak dari orang tua bukan perokok. Kemungkinan stunting pada anak dari orang tua yang merokok 5,5% poin lebih tinggi
dibanding anak dengan orang tua yang bukan perokok.
Melihat adanya hubungan antara perilaku merokok dan stunting, serta untuk memfokuskan pencapaian target RPJMN 2020-2024, PKJS-UI mengajak BKKBN sebagai leading sector dan bagian dari Tim Percepatan Pencegahan Stunting untuk melakukan intervensi dari sisi pengendalian konsumsi rokok di tengah pandemi COVID-19 ini, mengingat peluang terjadinya stunting dapat disebabkan dari kurangnya asupan nutrisi yang diterima oleh anak￾anak dan hal ini dipengaruhi oleh pengeluaran rumah tangga yang digunakan untuk membeli rokok.
Intervensi secara langsung dapat dilakukan kepada rumah tangga untuk mengedukasi dan menghimbau agar kebutuhan pemenuhan gizi keluarga tetap menjadi prioritas utama dan menghilangkan pengeluaran yang tidak bermanfaat, bahkan merugikan anggota keluarga. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Bapak Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P., selaku Menko PMK, dilansir dari website Kemenko PMK (Nias Utara, 16/3), yang juga menekankan kepada para ayah dengan anak stunting untuk berhenti merokok dan mengalihkan uang rokok untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. PKJS-UI menyampaikan apresiasi kepada pemerintah yang telah kompak dan berkolaborasi untuk bersama-sama menyusun program atau kebijakan dalam menurunkan angka stunting di Indonesia.
PKJS-UI akan terus mendukung pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut agar berjalan dengan tegas, optimal, dan berdampak. Pandemi COVID-19 ini dapat menjadi momentum untuk mengendalikan perilaku merokok masyarakat. Selain untuk mencegah faktor risiko terinfeksi virus corona, penurunan prevalensi perokok ini juga dapat memengaruhi keberhasilan pencapaian penurunan prevalensi stunting sebagai salah satu target RPJMN 2020-2024. Dr. Renny menyampaikan bahwa untuk memaksimalkan pencapaian sumber daya manusia yang berkualitas, pengendalian konsumsi rokok tidak hanya ditujukan kepada perokok dewasa, namun juga pencegahan pada perokok pemula. Diperlukan kebijakan lintas sektor Kementerian dalam pengendalian dan pencegahannya.
“Anak-anak dan remaja harus dilindungi dari jebakan produk adiksi yang mematikan ini. Beberapa langkah kebijakan yang dapat dilakukan di antaranya pemerintah, terutama Kementerian Kesehatan harus segera menyelesaikan revisi PP 109/2012 untuk memperkuat regulasi terkait pengaturan peredaran rokok. Selain itu, untuk menjauhkan keluarga, terutama anak dan remaja dari keterjangkauan rokok, langkah yang paling efektif adalah dengan menaikkan harga rokok di mana dalam hal ini Bapak Presiden dan Kementerian Keuangan berperan sebagai pembuat kebijakan untuk menaikkan harga rokok”, tutup Dr. Renny.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *